Jakarta (ANTARA) – Sidang Isbat merupakan agenda rutin pemerintah untuk menetapkan awal bulan Hijriah. Keputusan sidang ini penting bagi umat Islam karena menentukan waktu puasa, Idul Fitri, dan ibadah haji. Namun, apa sebenarnya sidang isbat dan bagaimana sejarahnya di Indonesia?
Pengertian sidang isbat
Sidang isbat adalah forum resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Agama, untuk menetapkan awal bulan dalam kalender Hijriah, seperti awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Sidang ini bertujuan memberikan kepastian bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah sesuai dengan ketentuan syariat.
Baca juga: Masjid Istiqlal siap gelar tarawih perdana Ramadhan 1446 Hijriah
Dalam pelaksanaannya, sidang isbat memadukan dua metode utama, yaitu metode hisab dan rukyat. Metode hisab menggunakan perhitungan astronomi untuk menentukan posisi bulan secara matematis tanpa observasi langsung.
Sementara itu, metode rukyat melibatkan pengamatan langsung hilal (bulan sabit pertama) di ufuk setelah matahari terbenam. Pengamatan ini dilakukan oleh para ahli di berbagai lokasi yang telah ditentukan untuk memastikan visibilitas hilal.
Kedua metode ini memiliki dasar ilmiah dan keagamaan yang kuat serta telah digunakan dalam sejarah Islam. Kombinasi hisab dan rukyat dalam sidang isbat mencerminkan upaya pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan ajaran agama.
Sidang Isbat bukan sekadar tradisi, melainkan wujud peran negara dalam menjamin kepastian hukum dan ketertiban dalam beribadah. Layanan keagamaan ini sejajar dengan penyelenggaraan haji, umrah, pendidikan agama, dan sertifikasi halal. Oleh karena itu, sidang Isbat menjadi bagian dari kewajiban negara dalam melayani umat.
Baca juga: Idul Fitri diprediksi jatuh pada 31 Maret 2025
Awal mula sejarah sidang isbat
Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pemerintah menyadari pentingnya menetapkan hari-hari besar keagamaan sebagai hari libur nasional. Keputusan ini bertujuan memberikan kepastian bagi umat beragama dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinan mereka.
Langkah awal dilakukan dengan diterbitkannya Penetapan Pemerintah Nomor 2/Um pada 18 Juni 1946 oleh Presiden Soekarno dan Menteri Agama H. Rasjidi. Peraturan ini memberikan kewenangan kepada Menteri Agama untuk menetapkan hari-hari raya keagamaan secara resmi.
Pada dekade 1950-an, pemerintah mulai mengadakan Sidang Isbat untuk menetapkan awal Ramadan dan Idul Fitri. Sidang ini melibatkan ulama, ahli falak, serta perwakilan organisasi Islam guna memastikan ketepatan penentuan tanggal sesuai syariat Islam.
Seiring waktu, sidang isbat terus berkembang dengan mengadopsi teknologi modern dalam pengamatan hilal. Pada tahun 2016, Kemenag mengadopsi Kriteria MABIMS (Majelis Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yang menetapkan ketinggian hilal minimal 3° dan elongasi minimal 6,4° sebagai syarat penentuan awal bulan Hijriah.
Dengan demikian, sidang isbat memiliki sejarah panjang dalam penetapan awal bulan Hijriah di Indonesia. Melalui forum ini, pemerintah berupaya memastikan keseragaman dan kepastian dalam pelaksanaan ibadah umat Islam, dengan memadukan metode hisab dan rukyat serta melibatkan berbagai pihak terkait.
Baca juga: Sidang Isbat penetapan Idul Fitri digelar 29 Maret 2025
Baca juga: Jadwal dan rangkaian sidang isbat untuk penentuan 1 Syawal 1446 H
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025