Jakarta (ANTARA) – Perceraian merupakan langkah besar yang tidak diambil dengan mudah. Ketika seorang istri merasa pernikahannya tidak lagi bisa dipertahankan, mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama menjadi jalan yang bisa ditempuh. Proses ini tidak hanya melibatkan aspek emosional tetapi juga aspek hukum yang harus dipahami dengan baik.
Perceraian bukan hanya tentang berpisahnya dua individu, tetapi juga menyangkut hak dan kewajiban yang harus diselesaikan secara hukum.
Bagi istri yang mengajukan gugatan cerai, ada beberapa tuntutan tambahan yang bisa dimasukkan dalam gugatan agar hak-haknya tetap terlindungi pasca perceraian.
Baca juga: Langkah-langkah yang dapat dijalankan untuk cegah “ghosting” dan KDRT
Hak-hak istri pasca perceraian
Hak-hak istri pasca perceraian di Indonesia didasarkan pada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan dan perceraian serta Kompilasi Hukum Islam (KHI).
1. Tuntutan nafkah terutang
Jika suami tidak memberikan nafkah atau belum melunaskan mahar selama pernikahan, istri bisa menuntut pembayaran nafkah yang belum diberikan. Hakim dapat mewajibkan suami untuk melunasi nafkah yang terutang setelah perceraian.
2. Hak asuh anak (Hadhanah)
Istri berhak mengajukan hak asuh anak terutama jika anak masih di bawah 12 tahun. Hakim akan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak sebelum menetapkan hak asuh.
3. Nafkah anak hingga dewasa
Jika hak asuh anak diberikan kepada istri, suami tetap wajib memberikan nafkah hingga anak berusia 21 tahun. Besaran nafkah anak ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi suami dan kebutuhan anak.
4. Nafkah Idah
Nafkah yang diberikan kepada istri selama masa idah (tiga bulan setelah perceraian). Tujuannya adalah untuk menjamin kebutuhan istri sebelum benar-benar berpisah secara hukum dan ekonomi.
Baca juga: Syarat pengajuan gugatan cerai oleh istri ke suami di Pengadilan Agama
5. Nafkah Mut’ah
Pemberian dari suami kepada istri sebagai bentuk penghargaan setelah perceraian. Besarnya bisa ditentukan berdasarkan kesepakatan atau keputusan hakim.
6. Gugatan pembagian harta bersama (Gono-Gini)
Istri dapat menuntut pembagian harta yang diperoleh selama pernikahan. Sebaiknya gugatan pembagian harta diajukan bersamaan dengan gugatan cerai agar lebih efisien.
Istri memiliki hak untuk menuntut nafkah, baik itu nafkah terutang, nafkah idah, maupun nafkah mut’ah, serta menuntut hak asuh anak dan nafkah anak hingga dewasa jika hak asuh jatuh kepadanya.
Selain itu, istri juga berhak mengajukan gugatan pembagian harta bersama (gono-gini) atas harta yang diperoleh selama pernikahan.
Agar proses hukum berjalan lebih efisien, semua tuntutan tersebut sebaiknya diajukan dalam satu gugatan cerai, sehingga tidak perlu mengajukan perkara terpisah yang dapat memperpanjang proses di pengadilan.
Dengan memahami hak-haknya secara menyeluruh, istri dapat memastikan bahwa dirinya dan anak-anaknya tetap mendapatkan perlindungan hukum yang adil pasca perceraian, baik dalam aspek finansial, pengasuhan maupun kepemilikan harta bersama.
Baca juga: Mengenali pasangan jadi hal mendasar sebelum menikah
Baca juga: Persiapan moral sebelum menikah agar tidak ada ghosting dan KDRT
Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025