Jakarta (ANTARA) – Tidak lama lagi, umat Islam yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1446 Hijriah akan memasuki fase 10 hari terakhir. Momen ini menjadi tanda bahwa Hari Raya Idul Fitri kian mendekat, menghadirkan kebahagiaan yang dinanti oleh banyak orang.
Lebaran sendiri kerap dimaknai sebagai hari kemenangan setelah satu bulan penuh berpuasa. Dan setiap kali Lebaran tiba, tradisi bermaaf-maafan menjadi momen yang paling dinanti.
Setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa, umat Muslim saling berjabat tangan, mengucapkan permohonan maaf, dan melebur segala kesalahan di masa lalu. Lebaran bukan sekadar perayaan, tetapi juga kesempatan untuk memperbaiki hubungan dan mempererat tali silaturahmi.
Namun, tahukah Anda bahwa bermaaf-maafan saat Lebaran bukan hanya sekadar tradisi? Ada banyak manfaat psikologis, sosial, dan spiritual di baliknya. Apa saja manfaatnya? Simak ulasan berikut, yang telah dilansir dari berbagai sumber.
Baca juga: Doa dan amalan untuk keselamatan perjalanan Mudik Lebaran 2025
Lebaran adalah momen untuk saling memaafkan
Tradisi saling meminta maaf merupakan warisan indah dari para ulama dan leluhur kita sebagai bentuk keberhasilan seseorang dalam menjalankan ibadah puasa. Saat Lebaran, setiap orang dengan mudah mengucapkan, “Mohon maaf lahir dan batin,” sebagai tanda ketulusan dalam memperbaiki hubungan dan menghapus kesalahan masa lalu.
Betapa mulianya orang yang pertama kali mengajarkan kebiasaan baik ini, sehingga kini menjadi tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Saling memaafkan di hari kemenangan juga merupakan wujud pencapaian derajat muttaqin tujuan utama dari ibadah puasa. Salah satu ciri orang yang bertakwa adalah kemampuannya untuk menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain.
Keberhasilan puasa seseorang dapat dilihat dari meningkatnya ketakwaan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah Ramadhan. Di antara tanda-tanda ketakwaan adalah kemampuannya menahan emosi dan memberikan maaf kepada sesama. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah dalam Al-Quran Surat Ali Imran Ayat 134:
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
alladzîna yunfiqûna fis-sarrâ’i wadl-dlarrâ’i wal-kâdhimînal-ghaidha wal-‘âfîna ‘anin-nâs, wallâhu yuḫibbul-muḫsinîn
“Yaitu orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 134)
Dengan demikian, bermaaf-maafan di Hari Raya bukan sekadar tradisi, tetapi juga bukti nyata dari keberhasilan puasa seseorang dalam membentuk pribadi yang lebih bertakwa.
Baca juga: Tempat shalat Id terbaik: Lapangan atau masjid, mana yang dianjurkan?
Manfaat memaafkan saat di hari raya Idul Fitri
Hari Raya Idul Fitri bukan hanya tentang kebahagiaan dan kemenangan setelah sebulan berpuasa, tetapi juga menjadi momen istimewa untuk saling memaafkan. Tradisi ini memiliki banyak manfaat, baik bagi diri sendiri maupun hubungan sosial. Berikut beberapa manfaatnya:
1. Membantu menjernihkan hati dan pikiran
Memaafkan kesalahan orang lain dapat mengurangi beban emosional, seperti rasa sakit hati atau dendam. Dengan hati yang bersih, kita bisa menjalani hidup lebih damai dan tenang.
2. Mempererat silaturahmi
Kesalahan yang terjadi di masa lalu sering kali membuat hubungan menjadi renggang. Momen Idul Fitri menjadi kesempatan untuk memperbaiki hubungan dan mempererat kembali tali persaudaraan.
Baca juga: Menpar kunjungi Bandung periksa kesiapan terima wisatawan Lebaran
3. Meningkatkan kesehatan fisik
Studi menunjukkan bahwa memaafkan dapat menurunkan gejala depresi, tekanan darah, mengurangi risiko penyakit jantung, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini karena pikiran yang tenang berdampak positif pada kondisi fisik.
4. Mendapat keberkahan dan ampunan dari Allah
Dalam Islam, memaafkan adalah perbuatan mulia yang dicintai Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran:
وَلَا يَأْتَلِ اُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ اَنْ يُّؤْتُوْٓا اُولِى الْقُرْبٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَالْمُهٰجِرِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِۖ وَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
wa lâ ya’tali ulul-fadlli mingkum was-sa‘ati ay yu’tû ulil-qurbâ wal-masâkîna wal-muhâjirîna fî sabîlillâhi walya‘fû walyashfaḫû, alâ tuḫibbûna ay yaghfirallâhu lakum, wallâhu ghafûrur raḫîm
Artinya: “Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan (rezeki) di antara kamu bersumpah (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(-nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22).
Baca juga: Pelayanan di pos pengamanan diminta tidak terhenti saat libur Lebaran
Baca juga: Menhub nilai fasilitas Pelabuhan Makassar optimal hadapi arus mudik
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025