Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:
مَنْ أَحْيَا لَيْلَةَ الْعِيدِ، أَحْيَا اللهُ قَلْبَهُ يَوْمَ تَمُوْتُ القُلُوبُ
Man ahyâ laylatal ‘îd, ahyâllâhu qalbahu yauma tamûtu al-qulûb.
Artinya: “Barangsiapa yang menghidupkan malam hari raya, Allah akan menghidupkan hatinya di saat hati-hati orang mengalami kematian.” (Lihat: Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, [Thaha Putra], h. 227).
Sebagai wujud rasa syukur dan kebahagiaan, umat Muslim dianjurkan untuk mengagungkan asma Allah dengan mengumandangkan takbir. Namun, tahukah Anda bahwa takbir yang dikumandangkan saat Lebaran terbagi menjadi dua jenis, yaitu takbir Mursal dan takbir Muqayyad? Kedua jenis takbir ini memiliki perbedaan dalam hal waktu dan cara pelaksanaannya.
Lalu, apa yang membedakan antara takbir Mursal dan takbir Muqayyad? Mari kita pelajari lebih dalam mengenai makna serta ketentuannya, berdasarkan berbagai sumber, termasuk situs resmi NU Online.
Baca juga: 19 kafilah meriahkan tradisi takbir keliling Masjid Raya Baiturrahman
Mengenal takbir Mursal dan takbir Muqayyad
Takbir Mursal
Takbir Mursal adalah takbir yang tidak terikat dengan waktu shalat, sehingga tidak harus dikumandangkan setelah seseorang melaksanakan shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah.
Takbir ini disunnahkan untuk dibaca kapan saja, di mana pun, dan dalam keadaan apa pun. Baik laki-laki maupun perempuan dianjurkan untuk melantunkan takbir, baik ketika berada di rumah, dalam perjalanan, di jalan, di masjid, di pasar, dan tempat lainnya.
Meskipun boleh dilakukan setiap waktu, takbir Mursal lebih utama dikumandangkan mulai dari terbenam-nya matahari pada malam Hari Raya hingga imam melaksanakan takbiratul ihram dalam shalat Id, baik Idul Fitri maupun Idul Adha.
Takbir Muqayyad
Takbir Muqayyad adalah takbir yang memiliki waktu khusus, yaitu dikumandangkan setelah melaksanakan shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah. Takbir Muqayyad ini disunnahkan untuk dikumandangkan setiap selesai shalat di bulan Dzulhijjah, mulai tanggal 9 hingga 13. Tanggal 9-10 Dzulhijjah disebut dengan Hari Arafah dan Hari Raya Iduladha, sementara tanggal 11-13 Dzulhijjah dikenal sebagai Hari Tasyrik.
Bacaan takbir
Adapun lafaz takbir yang dikumandangkan adalah sebagai berikut:
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, lâ ilâha illallâh, wallâhu Akbar, Allâhu Akbar, wa lillâhil hamd. Allâhu Akbaru Kabîrâ, walhamdulillâhi katsîrâ, wa subhânallâhi bukratan wa ashîlâ. Lâ ilâha illallâhu wahdah, shadaqa wa’dah, wa nashara ‘abdah, wa a’azza jundah, wa hazamal ahzâba wahdah. (Syekh Abu Abdillah Muhammad ibn Qasim as-Syafi’i dalam Fathul Qarib al-Mujib, kitab Hasyiyah Al-Bajuri [Thaha Putera], h. 227-228).
Dengan memahami perbedaan antara Takbir Mursal dan Takbir Muqayyad, umat Islam dapat melaksanakan takbir dengan lebih baik sesuai dengan waktu dan ketentuannya.
Baca juga: Aceh adakan pawai takbir keliling untuk meriahkan malam Idul Adha
Baca juga: Panduan amalan sunnah di Hari Raya Idul Fitri, lengkap dengan dalilnya
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025